Info Terbaru 2022

Wacana Dan Teks Sebagai Proses Dan Produk

Wacana Dan Teks Sebagai Proses Dan Produk
Wacana Dan Teks Sebagai Proses Dan Produk
Keberadaan tentang dan teks selalu dikelilingi oleh lingkungannya, baik fisik maupun nonfisik yang secara pribadi mendukung keberadaan suatu teks. Dengan kata lain, teks selalu berada di dalam konteksnya, yaitu konteks situasi dan konteks kultural yang selalu mendampingi sebuah teks. 

Teks dan tentang tidak sanggup ditentukan oleh panjang pendeknya menurut jumlah kata, kalimat, atau paragraf yang dimiliki suatu teks. Teks juga tidak sanggup didefinisikan sebagai ekstensi atau ekspansi dari bentuk-bentuk gramatikal (kumpulan kata, kalimat, dan paragraf). Suatu teks sanggup hanya berupa satu kata, satu kelompok kata, satu kalimat, satu paragraf dan sanggup juga mencapai satu buku atau satu uraian panjang selama dua jam. Yang terpenting ialah bahwa unit bahasa itu berada dalam konteks dan membawakan suatu fungsi sosial tertentu. Sebagai contoh, sebuah papan yang bertuliskan ‘bahaya’, yang terpasang pada gardu listrik di salah satu tiang di pinggir jalan, juga merupakan teks. Konteks teks tersebut ialah medan yang berupa peringatan mengenai berbahayanya listrik yang terdapat di gardu, tiang listrik dengan kabelnya yang terletak di pinggir jalan. Pelibatnya yakni administrasi PLN dan orang yang lewat. Sarananya yakni papan bertuliskan ’bahaya’ mungkin dengan tanda ’kilat. Sementara itu, konteks kulturalnya yakni pengetahuan mengenai listrik. Khususnya, listrik dengan tegangan tinggi sanggup menyengat orang hingga mati. Hal itu berarti papan yang bertuliskan ’bahaya’ di tiang listrik tersebut benar-benar merupakan ’teks’ alasannya yakni tiang tersebut terdapat ancaman listrik. Oleh alasannya yakni itu, orang yang melewati tiang tersebut tidak akan berani mendekati benda tersebut. Lain halnya apabila papan bertuliskan ‘bahaya’ tersebut terdapat di keranjang sampah atau diletakkan di dalam gudang. Orang akan berani memegang benda yang ditpeduli papan tersebut. Orang sudah tahu bahwa benda tersebut tidak berbahaya walaupun terdapat papan yang bertuliskan ‘bahaya’. Dalam keadaan itu papan bertuliskan ‘bahaya’ tersebut tidak lagi sebuah teks alasannya yakni sudah tidak berada di lingkungan yang sebetulnya atau sudah tidak berada di dalam konteksnya. Papan yang bertuliskan ‘bahaya’ dalam keadaan menyerupai itu sudah menjadi sampah atau hanya papan yang disimpan di gudang. Demikian halnya goresan pena yang terdapat di dalam buku akan masih dianggap teks apabila masih berada di dalam konteksnya: buku yang disimpan, baik di perpustakaan pribadi maupun umum. Apabila sudah dalam bentuk pecahan yang tercecer atau dalam bentuk bungkus makanan misalnya, bab tersebut sudah tidak sanggup lagi dikatakan sebagai teks. Alasannya, orang sudah susah mencari lingkungan asal teksnya dan fungsi sosial teksnya yang disampaikan di dalamnya. 

Berdasarkan klarifikasi di atas sanggup dipahami bahwa teks dan tentang yakni bahasa yang sedang melakukan kiprah untuk merealisasikan fungsi atau arti sosial dalam suatu konteks situasi dan konteks kultural. Oleh alasannya yakni itu, teks atau tentang ludang keringh merupakan suatu sistem bahasa yang bersifat semantis dan sekaligus fungsional. Bahasa yang dipakai (fonologi, grafologi, leksikogramatika, serta semantik wacananya) merupakan pilihan linguistis penuturnya dalam rangka merealisasikan fungsi sosial teks. Oleh alasannya yakni itu, teks bukan lagi hanya sebuah ekspansi bentuk gramatikal dari kumpulan kata-kata atau kalimat-kalimat walaupun teks tentu saja memiliki bentuk dan struktur. 

Dengan melihat kenyataan ini, teks sanggup dilihat dari dua sisi. Pertama, teks sanggup dipandang sebagai suatu ‘proses’, yaitu proses interaksi dan acara sosial antarpartisipannya dalam mengekspresikan fungsi sosialnya. Dalam rujukan papan bertuliskan ‘bahaya’, interaksi sosialnya diperoleh melalui proses mengidentifikasi pesan melalui unit-unit kebahasaan dan konteks yang mengelilinginya. Dalam rujukan pengajaran di kelas, proses tersebut sanggup diketahui melalui interaksi antara guru dan anak didiknya di dalam urutan acara sosial untuk mencapai tujuan pengajaran tersebut dalam konteks situasi dan kulturalnya. Teks sebagai proses juga terdapat pada proses pemilihan semantik wacana, tata bahasa, leksis, serta sistem suara atau grafologinya biar sesuai dengan konteks dan tujuan sosialnya. Kedua, teks sanggup dipahami dalam bentuk sebuah ‘produk’. Sebagai sebuah produk teks sanggup direkam dalam bentuk audio dan visual dan sanggup disimpan dan dikeluarkan kembali untuk keperluan proses sosial lainnya. Dalam pengertian menyerupai ini sebuah teks sanggup didekonstruk, dipelajari, dan dianalisis untuk memperoleh elemen-elemen linguistis, semantik, retoris, dan fungsionalnya secara sistemik sebelum dibangun kembali untuk memperoleh sistem peartian yang holistik yang terdapat di dalam teks tersebut.
Advertisement

Iklan Sidebar